Komputer jinjing atau akrab disebut laptop atau notebook memang kian populer dan beragam. Jika dulu laptop memiliki desain yang tebal dan bobot cukup berat untuk membuat punggung pegal, kini produsen laptop berlomba-lomba menghasilkan produk yang memiliki desain keren, tipis, dan ringan.
Sayangnya, kebanyakan laptop yang tipis dan ringan harus dikompromikan dengan performa di bawah rata-rata. Jika ada laptop tipis dan ringan tapi memiliki performa yang cukup tangguh, bandrol harganya biasa cukup tinggi dan menipiskan dompet.
Salah satu hal yang menjadi kendala adalah belum adanya platform yang memiliki keseimbangan antara kinerja dan voltase rendah. Kebutuhan akan konsumsi daya rendah dan suhu dingin menjadi salah satu faktor kunci untuk menghasilkan laptop dengan bodi tipis dan ringan. Itulah salah satu hal yang melatarbelakangi lahirnya Ultrabook, kategori perangkat portabel baru yang digagas Intel.
Pada dasarnya, konsep Ultrabook berusaha menghadirkan sebuah komputer dengan desain tipis dan ringan, sambil tetap menghadirkan performa baik, responsif, aman, dengan daya tahan baterai yang panjang, sekaligus memiliki harga jual relatif terjangkau.
Membuat laptop yang tipis dan ringan ternyata cukup rumit. Produsen laptop tidak hanya sekadar menggunakan prosesor hemat daya, tapi juga harus memikirkan komponen lain.
Untuk menghasilkan sebuah perangkat Ultrabook, produsen juga perlu memikirkan jenis bahan yang digunakan untuk casing, jenis baterai, jenis hard disk atau SSD, keyboard, layar, dan sebagainya.
Singkatnya, semua komponen tersebut harus memiliki ukuran sesuai sehingga laptop yang dihasilkan memiliki desain tipis, ringan, tidak panas, serta nyaman digunakan.
Kelebihan
Daya tahan baterai kini menjadi salah satu faktor yang diprioritaskan konsumen. Jika dulu konsumen sudah puas dengan daya tahan baterai 3 jam, kini konsumen menuntut daya tahan baterai lebih lama.
Salah satu trik yang dihadirkan Intel adalah dengan menurunkan konsumsi daya prosesor dan komponen lainnya. Dengan begitu, baterai yang memiliki kapasitas yang sama dapat bertahan lebih lama. Untuk Ultrabook, daya tahan baterai rata-rata berkisar antara 5 sampai 8 jam. Cukup lama kan?
Waktu start-up yang lebih cepat juga menjadi hal penting sekarang, begitu juga waktu yang dibutuhkan saat “membangunkan” laptop dari kondisi standby. Ultrabook dibekali teknologi Rapid Start sehingga Anda hanya butuh sekitar 2 detik untuk kembali dapat menggunakannya dari kondisi standby.
Pesaing Ultrabook
Saat ini, baru ada beberapa produk Ultrabook yang sudah dapat Anda beli di pasaran yaitu Acer Aspire S3 dan ASUS Zen Ultrabook dengan kisaran harga antara Rp 7 juta - Rp 10 juta.
Intel dan mitra-mitranya cukup serius menggarap platform ini dan menjanjikan fitur yang lebih canggih dalam desain lebih keren dan lebih tipis.
Untuk tahap 2 di tahun 2012, Ultrabook akan menggunakan prosesor Intel Core generasi ketiga (Ivy Bridge) yang akan memiliki performa prosesor dan grafis lebih baik, serta variasi bentuk dan model yang lebih banyak lagi.
Notebook berdesain keren dan tipis dengan kinerja handal, daya tahan baterai panjang serta harga relatif terjangkau kini sudah bukan mimpi lagi.
0 comments:
Post a Comment